Pages

Saturday, 8 January 2011

Artikel Fungsi Agama

Fungsi Agama
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyabab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada diluar atau referensi transendental. (istilah Tallcot Parsons)
Aksioma teori fungsional agama agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai hari ini masih ada, mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan. Agama juga dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut. Agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial, dan memberikan kekuatan memaksa memperkuat dan mempengaruhi adat istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sacral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sacral. Dalam setiap masyarakat sanksi-sanksi sacral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena hukuman dan ganjarannya bersifat duniawi dan supramanusiawi serta ukhrowi.
Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai suatu tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Masalah fungsionalisme agama dapat di analisis lebih mudah pada komitmen agama. Dimensi komitmen agama menurut Ronald Robertson (1984) diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Dimensi keyakinan, dimensi ini mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
  • Praktek agama, praktek ini mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksakan komitmen agama secara nyata.
  • Dimensi pengalaman, dimensi ini memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
  • Dimensi pengetahuan, dimensi ini dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
  • Dimensi konsekuensi, dimensi ini bersumber dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

Ref. dari:
Harwantiyoko, Neltje f. katuuk, MKDU Ilmu Sosial Dasar. Diktat kuliah UG.

No comments:

Post a Comment